Harian Garuda | Idragiri Hulu - Aksi unjuk rasa ratusan warga lima desa di Kecamatan Batang Peranap, Indragiri Hulu (Inhu) terhadap perusahaan perkebunan Sawit PT Sinar Reksa Kencana (SRK) pada Selasa (14/6/2022), diwarnai insiden pembakaran terhadap sejumlah aset perusahaan.
Menurut Aldavis, salah seorang Masyarakat Desa Batang Peranap insiden tersebut dilatarbelakangi adanya denda adat yang tak kunjung ditunaikan oleh pihak Perusahaan kepada Ninik Mamak Melayu Batang Peranap.
"Saat insiden pembakaran saya tidak di lokasi, tapi saya memang dengar adanya pembakaran oleh warga Desa tempat saya tinggal," ucap Aldavis saat, Rabu (15/6/2022).
"Kalau dari yang saya dengar, pihak perusahaan PT SRK telah melakukan penganiayaan terhadap anak kemenakan kita saat disuruh orang Desa membersihkan Kebun di dekat perbatasan perusahaan," katanya.
Karena korban tidak tahu perbatasan kebun perusahaan, sebut Aldavis, maka pihak keamanan perusahaan menduga anak itu ingin melakukan pencurian. Lalu melakukan penganiayaan.
Selain melakukan penganiayaan, Aldavis juga mendengar informasi bahwa korban sampai ditelanjangi oleh pihak keamanan perusahaan.
"Saya kurang tahu faktanya, tapi Kalau dengar ceritanya iya (ditelanjangi)," ujarnya.
Setibanya korban dari kebun, korban yang juga Anak Kemenakan dari Ninik Mamak menceritakan penganiayaan tersebut kepada Kepala Desa dan Ninik Mamak.
"Ninik Mamak tidak terima dengan penganiayaan itu. Apalagi anak kemenakan itu begitu lugu dan tidak mungkin melakukan hal seperti itu (mencuri)," jelasnya.
Singkat cerita, atas kejadian itu terjadilah pertemuan antara Pemerintah Desa, Ninik Mamak, Pemuka Adat, dan Pihak perusahaan dengan hasil perdamaian dan Denda Adat.
Pihak perusahaan, dikenakan Denda Adat senilai Rp 45 juta dengan rincian Rp 15 juta untuk perobatan korban dan sisanya untuk Masyarakat Adat.
"Masyarakat Adat sudah memebri tempo pembayaran. Bukan berhari, berminggu, tapi ini sudah berbulan tak dibayar. Jadi secara Moral Ninik Mamak merasa dilecehkan hingga terjadilah insiden pembakaran," ujarnya.
Menanggapi aksi unjuk rasa itu, Ketua Umum DPH Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Inhu, Datuk Seri Marwan MR denda Adat dapat dijatuhkan apabila memang ada sesuatu perbuatan, tindakan dan perilaku yang melanggar 'larang pantang' di wilayah Masyarakat Adat.
"Keputusannya, berdasarkan pertimbangan yang matang melalui musyawarah mufakat. Air sudah bulat ke pembuluh dan terikat langsung secara moral dengan anak kemenakan, sehingga mereka mengawal terus sampai semuanya terlaksana," ucap Marwan.
Peristiwa insiden kemaren di PT SRK sebenarnya tidak perlu terjadi jika pihak Perusahaan tidak bersikap arogan dan menyadari perbuatan mereka yang dianggap masyarakat sudah melewati batas.
Dalam hal ini, Marwan menegaskan bahwa Denda Adat merupakan hal yang serius dan insiden tersebut tidak akan terjadi jika PT SRK menunaikan kewajibannya.
"Disinilah pentingnya memahami 'dimana bumi dipijak disitu langit di junjung. Berbudi pekerti menghargai masyarakat tempat berinvestasi, sebagaimana pada saat awal kalian masuk yang sangat ramah dan penuh janji," terang Marwan.
Disisi lain, Marwan juga mengapresiasi Kapolres Inhu, AKBP Bakhtiar Alponso yang dinilai cepat tanggap dan bijak dalam menuntaskan masalah tersebut sehingga situasi kembali kondusif.