Hariangaruda.com I Pekanbaru - Sidang lanjutan kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru mengungkap gaya hidup mewah anak terdakwa Novin Karmila, mantan Plt Kepala Bagian Umum Setda Pekanbaru. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (15/7/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan anak Novin, Nadia Rovin Putri, sebagai saksi.
Hakim yang memimpin sidang, Delta, menyoroti gaya hidup hedon Nadia, termasuk kepemilikan mobil BMW X1 dan koleksi tas serta sepatu bermerek. "Kamu yakin orangtua kamu bisa belikan kamu BMW? Kamu sudah punya Honda Civic Turbo karena kependekan, dijual, enak sekali. Ibumu tak punya warisan, tak punya penghasilan lain, tapi kamu minta BMW," ujar hakim.
Dalam persidangan, ditampilkan tangkapan layar percakapan Nadia dengan sang ibu. Dalam chat tersebut, Nadia kerap meminta dibelikan tas mahal seperti Prada, Louis Vuitton, Dior, hingga Gucci. Tidak ada satu pun barang yang harganya di bawah Rp 20 juta.
Selain tas, koleksi sepatu dan aksesori lainnya juga turut disita penyidik, termasuk sepatu LV Runaway, Sneaker Gucci, hingga ikat pinggang Grand LV. Ditemukan pula aksesori berhiaskan emas dan berlian dari merek Solomon hingga Maddona. Hakim Delta mengaitkan gaya hidup mewah Nadia dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan ibunya. "Hebat kamu ya, mama kamu di mana, kamu di mana, tapi ngurus uang ratusan juta. Hati-hati kamu ya, karena gaya hidup kamu, mama terjerumus," ucap Delta
Fakta lainnya, rekening atas nama Nadia juga digunakan untuk menerima dan mengirimkan uang dalam jumlah besar, atas instruksi langsung dari Novin Karmila. Sebelumnya, KPK menetapkan eks Penjabat Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, eks Sekda Indra Pomi Nasution, dan Novin Karmila sebagai tersangka korupsi pemotongan anggaran Pemerintah Kota Pekanbaru senilai Rp 8,9 miliar.
Dalam dakwaan JPU, Risnandar diduga menerima sekitar Rp 2,9 miliar, Indra Pomi Rp 2,4 miliar, dan Novin Karmila Rp 2 miliar. Seorang ajudan Risnandar, Nugroho Dwi Putranto, juga menerima Rp 1,6 miliar. Uang hasil pemotongan anggaran itu berasal dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD dan APBD-P Tahun Anggaran 2024. Modus operandi korupsi ini dilakukan secara sistematis, mulai dari instruksi pencairan, pemotongan dana oleh bendahara, hingga pendistribusian uang kepada para pejabat terkait dan untuk kepentingan pribadi.