Home Dumai Riau Nasional Politik Gosip Kriminal Musik Teknologi Edukasi Kesehatan Olahraga Kuliner Wisata Iklan
pekanbaru

Tengah Malam, Muflihun Membongkar Otak Pelaku SPPD Fiktif di DPRD Riau

pukul


 


Hariangaruda.com I Pekanbaru – Ahad malam, ketika jarum jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, Muflihun, mantan Sekretaris DPRD Riau dan juga eks Penjabat Wali Kota Pekanbaru, bertandang ke Polresta Pekanbaru. Ada apa?


Malam itu, ia datang bukan sebagai pejabat, melainkan sebagai pelapor, membawa secarik dokumen dan beban tuduhan yang telah lama bergelayut di pundaknya, keterlibatan dalam dugaan kasus SPPD fiktif DPRD Riau tahun 2020–2021. 


Namun, berbeda dari cerita yang selama ini berkembang, Muflihun hadir dengan narasi tandingan. Ia tak sekadar membantah, tapi membongkar, menyodorkan fakta bahwa tanda tangan dalam dokumen perjalanan dinas itu bukan miliknya. “Itu jelas dipalsukan,” tegasnya dalam keterangan resmi yang disampaikan Senin (14/7/2025).


Langkah hukum Muflihun ini bukan reaksi emosional, tapi hasil penyelidikan internal yang dilakukan secara diam-diam. Tim kuasa hukum Muflihun menemukan dua dokumen yang mencurigakan: SPT Nomor: 160/SPT/ dan SPPD Nomor: 090/SPPD/. Keduanya digunakan untuk mencairkan dana perjalanan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2020.


“Dokumen ini menggunakan tanda tangan palsu klien kami. Ini bukan keteledoran, tapi kejahatan administratif,” ungkap Ahmad Yusuf, kuasa hukum utama Muflihun.


Tim hukum menduga bahwa pelakunya bukan orang luar, melainkan bagian dari lingkar dalam Sekretariat DPRD sendiri. Sebuah pola lama yang kini terulang, memalsukan dokumen, mencairkan dana, dan menyisakan jejak samar yang coba dikaburkan waktu.


Nama Lama Kembali Muncul


Muflihun tidak berdiri sendiri. Ia didampingi dua pengacara lainnya: Weny Friaty dan Khairul Ahmad. Nama mereka tak asing di meja-meja perkara korupsi birokrasi Riau. Weny mengingat kembali kasus serupa yang menjerat Tengku Fauzan Tambusai, Plt. Sekwan sebelumnya.


“Dulu muncul nama Deni Saputra dan Hendri, staf dan honorer di bagian keuangan, yang memainkan dokumen dan tanda tangan pejabat. Tapi mereka tak pernah tersentuh hukum secara tuntas,” katanya.


Dalam persidangan Fauzan, terungkap bahwa kedua staf ini menawarkan skema SPPD fiktif kepada rekan-rekan mereka, menggunakan nama pejabat, lalu memberikan imbalan tunai. Sistem ini terstruktur, licin, dan sudah jadi rahasia umum di kalangan dalam.


Khairul menambahkan, “Kalau ditemukan pemalsuan berulang pada pejabat lain, maka masalah utamanya bukan pada pejabatnya tapi pada aktor-aktor tetap yang mengatur di balik layar.”


Bongkar Skema, Bukan Cuci Nama


Muflihun menegaskan, ia tidak sedang bermain drama. Laporan ini bukan untuk cuci tangan, tapi untuk menyuarakan kebenaran yang tak diselidiki serius sejak awal.


“Saya percaya hukum masih ada. Tapi saya tidak bisa diam ketika kehormatan saya diinjak oleh orang-orang yang menyalahgunakan jabatan dan dokumen,” ucapnya.


Laporan resminya kini telah diterima dengan Nomor: STPLP/533/VII/2025/POLRESTA PEKANBARU, berdasarkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Ini bisa jadi pintu masuk penyidik untuk membuka kembali lembar-lembar kusut kasus korupsi yang selama ini diselimuti kabut.


Aset, Uang, dan Bayangan Tersangka


Kasus SPPD fiktif DPRD Riau sendiri bukan cerita baru. Sudah sejak 2023 polisi menyelidikinya. Ratusan saksi telah diperiksa, uang miliaran rupiah disita, termasuk homestay, rumah, apartemen, motor gede, barang branded, hingga uang tunai Rp19 miliar lebih.


Namun, meski kerugian negara ditaksir mencapai Rp195,9 miliar, tersangka belum juga diumumkan hingga Juli 2025. Padahal gelar perkara sudah dilakukan, dan penyitaan bukti hampir rampung. Fakta ini membuat publik bertanya-tanya, siapa yang dilindungi, dan siapa yang dikorbankan?


Suara dari Tengah Malam


Tengah malam di Mapolresta itu bukan hanya waktu pelaporan, tapi juga momentum. Ketika seorang mantan pejabat memilih berhadapan dengan sistem, bukan lari darinya. Ketika ia lebih memilih membuka luka, ketimbang diam dan menerima stigma yang bukan miliknya.


Apakah laporan ini akan jadi pintu keadilan, atau justru menambah daftar panjang pengorbanan para “pejabat yang dijadikan kambing hitam”? Waktu akan berbicara. Tapi malam itu, Muflihun memilih melawan. Dan masyarakat masih bisa bertanya karena rumput masih bergoyang ditiup angin tengah malam.