Hariangaruda.com I Pekanbaru - Polemik nasib tenaga honorer non-database BKN di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau kembali menjadi sorotan. Ribuan honorer yang gagal seleksi CPNS maupun PPPK 2024 terancam kehilangan pekerjaan mulai Oktober 2025, menyusul pemberlakuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 yang melarang pengangkatan pegawai non-ASN.
Menyikapi keresahan ini, salah satu perwakilan aliansi honorer non-database mendatangi DPRD Kota Pekanbaru. Mereka bertemu dengan Anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi PDI Perjuangan Zulkardi, untuk menyampaikan aspirasi.
“Kami sudah mendengar langsung aspirasi kawan-kawan honorer. Namun perlu ditegaskan bahwa hal ini bukan ranah Pemko Pekanbaru, melainkan kewenangan Pemerintah Provinsi Riau. Meski begitu, kami dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota akan berkomunikasi dengan rekan-rekan di DPRD Provinsi agar persoalan ini tetap diperjuangkan,” ujar Zulkardi, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, regulasi yang berlaku memang mengharuskan penataan tenaga non-ASN paling lambat Desember 2024. Namun, ia menekankan masih ada ruang solusi yang bisa ditempuh jika kepala daerah memiliki pertimbangan terhadap tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.
“Pemprov Riau, dalam hal ini Gubernur, bisa mengambil langkah alternatif dengan pola outsourcing. Honorer bisa difasilitasi membuat NIB (Nomor Induk Berusaha) perorangan, lalu dihubungkan dengan Bagian Barang dan Jasa agar masuk program inaproc melalui e-katalog. Dengan begitu, penganggaran mereka dialihkan ke belanja barang dan jasa, bukan lagi belanja aparatur,” katanya.
Ia menilai skema ini sebagai jalan tengah agar honorer tetap bisa bekerja, sekaligus tidak melanggar aturan yang berlaku.
“Intinya kita mendorong Pemprov agar tidak serta merta merumahkan honorer lama. Mereka sudah mengabdi bertahun-tahun. Perlu ada solusi yang manusiawi, salah satunya melalui pola outsourcing yang sesuai ketentuan. Kita di DPRD Pekanbaru siap menyuarakan aspirasi ini ke DPRD Provinsi,” tegasnya.