Home Dumai Riau Nasional Politik Gosip Kriminal Musik Teknologi Edukasi Kesehatan Olahraga Kuliner Wisata Iklan
Jakarta

Firli Tersangka: Jokowi Gagal Mengorkestrasi Pemberantasan Korupsi?

pukul


 



Hariangaruda.com | Jakarta - Korupsi merupakan salah satu masalah yang serius di Indonesia. Pemberantasan korupsi telah menjadi prioritas bagi pemerintah dan lembaga negara, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, beberapa waktu yang lalu, berita mengejutkan datang ketika Ketua KPK Firli Bahuri diumumkan sebagai tersangka oleh Polisi akibat dugaan pelmerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo. Banyak kalangan yang menyayangkan kejadian ini dan menyalahkan presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kegagalan dalam mengorkestrasikan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kejadian Firli Bahuri sebagai tersangka ini memunculkan pertanyaan tentang integritas Ketua KPK sendiri. Firli Bahuri dipilih sebagai ketua KPK pada tahun 2019 dengan harapan bahwa ia akan memimpin lembaga ini dengan tegas dan mengedepankan pemberantasan korupsi. Namun, dengan menjadi tersangka hal ini menimbulkan keraguan terhadap kapabilitas Firli Bahuri dalam memimpin KPK.

Sebagai presiden, Jokowi bertanggung jawab atas pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, dengan adanya kasus ini, beberapa pihak menyalahkan Jokowi karena dianggap gagal mengorkestrasikan upaya pemberantasan korupsi dengan baik.

Kritik ini muncul karena seharusnya proses seleksi dan penunjukan Ketua KPK harus melalui tahapan yang ketat dan transparan, untuk memastikan bahwa orang yang terpilih memiliki integritas yang tinggi dan mampu menjalankan tugas dengan baik.

Kasus tersangka Ketua KPK Firli Bahuri juga berdampak pada upaya pemberantasan korupsi itu sendiri. Kepercayaan publik terhadap KPK, yang sebelumnya sudah banyak dipertanyakan, kini semakin merosot.

Ketidakpastian dan keraguan di masyarakat dapat menghalangi efektivitas lembaga ini dalam memerangi korupsi di Indonesia. KPK perlu memberikan penjelasan dan tindakan yang tegas untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memulihkan citra sebagai lembaga yang independen dan berintegritas.

Kasus yang menimpa Ketua KPK Firli Bahuri mengundang pro kontra dan meragukan komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

Presiden Jokowi perlu mengambil langkah-langkah yang tegas dan terbuka untuk memastikan bahwa proses seleksi dan penunjukan pejabat publik dilakukan dengan transparan dan mendapatkan orang yang benar-benar memiliki integritas tinggi.

Selain itu Jokowi juga didesak untuk mengeluarkan Perpu untuk tidak menempatkan KPK di rumpun eksekutif. Dengan cara ini KPK kembali bisa berdiri dan bekerja secara independen tanpa satu pihak manapun termasuk Presiden yang bisa mengintervensi. Positioning Jokowi sebagai Presiden hanya menjadi "derijen" orkestrasi pemberantasan korupsi di Negara ini.

Pemberantasan korupsi bukanlah tugas yang mudah, tetapi jika ada keyakinan dan komitmen yang kuat, korupsi bisa diminimalisir dan dieliminasi di Indonesia.

Korupsi di Indonesia susah tumbangnya, karena sama persis seperti fenomena gunung es. Mencair di permukaan, semakin membatu di dasarnya.

Kata-kata yang acap kali digaungkan dalam Hari Anti Korupsi Sedunia ini dapat dijadikan sebagai bahan kontemplasi bagi para elit Negara untuk meninjau sekaligus mengevaluasi kembali eksistensi KPK.

Jika lembaga ad-hock ini lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya, Presiden Jokowi lebih baik membubarkan KPK. Berdayakan saja Kejaksaan dan Kepolisian dengan memberikan instrumen dan fasilitas sebagaimana yang diberikan terhadap KPK selama ini. Toh, Jaksa dan polisi jauh lebih punya kemampuan dari perspektif SDM dan pengalaman dalam hal menangani dan memberantas korupsi. Hanya saja, mereka tidak diberi instrumen yang cukup sehingga mereka tidak se progresif KPK.

Hal ini dinilai lebih efisien dan efektif dari sisi anggaran Negara yang selama ini digelontorkan ke KPK tapi hasilnya tidak sebanding dengan uang Negara hasil korupsi yang bisa diselamatkan oleh KPK.

Uangkapan "Lebih besar pasak daripada tiang" agaknya pas menggambarkan keberadaan KPK sejak berdiri hingga sekarang.

Seperti ungkapan "Mereka yang melakukan korupsi sejatinya telah kehilangan akal sehat beserta hati nurani. Kecerdasannya digunakan untuk memperalat rakyat, kebaikannya hanyalah topeng yang memikat.". Fenomena ini harus dihadapi dengan akal sehat dan keberanian Jokowi sebagai pemimpin tertinggi di Pemerintahan dan sebagai Kepala Negara..Semoga, Jumat (24/11/2023).