Hariangaruda.com I Pekanbaru - Nun jauh di sana, Jakarta, Bobson Samsir Simbolon menjawab konfirmasi riaukepri.com via telepon genggam. Ia membenarkan bahwa laporan dugaan korupsi Rp1,8 triliun di Riau, gayung bersambut dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditindaklanjuti dan diminta untuk melengkapi data.
Pada 13 Juni 2025 lalu, Bobson melangkahkan kakinya ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta. Di tangan kirinya mengepit map berisikan setumpuk dokumen yang diklaimnya sebagai bukti awal dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2024. Dokumen itu kini telah membuka pintu awal pemeriksaan KPK.
Dua minggu setelah pelaporan itu, tepat pada Senin, 30 Juni 2025, Bobson menerima surat balasan dari KPK. Isinya menyebutkan bahwa lembaga antirasuah tersebut sedang melakukan pengumpulan bahan dan keterangan atau pulbaket atas laporan tersebut. Surat KPK dengan nomor R/2829/PM.00.00/30-35/06/2025 itu ditandatangani Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono.
“Saya diminta melengkapi uraian fakta dan data relevan. Insya Allah dalam dua bulan akan saya serahkan,” ujar Bobson.
Di tanah Melayu, Riau, tidak semua respons yang ia terima bersifat mendukung. Beberapa pihak, pengakuan Bobson mencoba menghubungi dan bahkan mengajak bertemu setelah laporan itu ramai diberitakan. “Ada tekanan, tapi saya tetap pada posisi mendukung penegakan hukum,” kata Bobson, tanpa menyebut nama
Tidak Realitis
Laporan yang diajukan Bobson mengandung tudingan cukup serius. Dalam surat resmi Law Firm Bellator bernomor 21/Peng.Pid/KL/LFB/M/VI/2025, ia menyampaikan dugaan penyimpangan pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban keuangan daerah. Angka dugaan kerugian negara yang disebut mencapai Rp1,8 triliun.
Salah satu fokus tuduhannya adalah penyusunan pendapatan daerah yang dinilai tidak realistis, menyebabkan utang belanja menumpuk dan Dana Bagi Hasil (PFK) kepada kabupaten/kota tidak tersalurkan tepat waktu. “Pemprov Riau masih menanggung utang PFK sebesar Rp40,8 miliar dan utang belanja mencapai Rp1,76 triliun,” sebut Bobson.
Tak hanya itu, ia mengungkap penggunaan kas daerah sebesar Rp39,2 miliar untuk menutupi kekurangan PFK yang dianggap melanggar aturan. Ada pula indikasi kekurangan kas di Sekretariat DPRD Riau sebesar Rp3,3 miliar serta dugaan belanja perjalanan dinas dengan potensi kerugian Rp16,9 miliar.
Berbasis Laporan Audit BPK
Seluruh dugaan itu, menurut Bobson, bersumber dari laporan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diterbitkan 26 Mei 2025, BPK menggarisbawahi lemahnya pengelolaan APBD Riau 2024.
Ia juga menyoroti Nota Kesepakatan Perubahan APBD 2024 yang ditandatangani oleh Ketua TAPD Riau S.F. Hariyanto dan pimpinan Banggar DPRD Riau, Yulisman, Agung Nugroho, serta Hardianto. Nota itu dinilainya tidak merefleksikan kondisi keuangan sebenarnya.
Menurut Bobson, unsur pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi. Ia mengaku telah menyertakan dokumen pendukung seperti salinan audit BPK, rincian alokasi anggaran, hingga kronologi proses penganggaran.
Kini, semua mata menunggu langkah lanjutan KPK. Sementara itu, Bobson menegaskan tidak akan mundur. “Ini bukan soal politik. Ini soal tanggung jawab terhadap hukum dan publik,” katanya mantap.