Home Dumai Riau Nasional Politik Gosip Kriminal Musik Teknologi Edukasi Kesehatan Olahraga Kuliner Wisata Iklan
pekanbaru

Ratusan Guru Honorer Bersertifikasi di Pekanbaru Diminta Kembalikan Gaji Total Mencapai Rp3,7 Miliar

pukul


 


Hariangaruda.com I Pekanbaru - Sebanyak 316 guru honorer bersertifikasi di berbagai sekolah di Kota Pekanbaru diminta untuk mengembalikan honorarium yang telah diterima selama enam bulan terakhir. Langkah ini dilakukan karena mereka menerima tunjangan profesi guru (sertifikasi) sekaligus honor dari dana BOS, yang dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku.


Dari perhitungan yang dilakukan, setiap guru menerima Rp2 juta per bulan selama enam bulan, terhitung dari Januari hingga Juni 2025. Artinya, total dana yang harus dikembalikan mencapai Rp3.792.000.000 (tiga miliar tujuh ratus sembilan puluh dua juta rupiah).


Kebijakan ini menuai keresahan dan keluhan di kalangan guru, yang menilai permintaan pengembalian honor dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar hukum yang jelas. Informasi yang diterima menyebutkan bahwa instruksi ini disampaikan pihak sekolah atas arahan oknum dari Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.


Namun, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Abdul Jamal, menegaskan bahwa permintaan pengembalian tersebut sah dan berdasarkan regulasi resmi.


"Ini bukan bentuk kezaliman. Dalam aturan jelas bahwa guru honorer yang sudah menerima tunjangan profesi tidak boleh lagi menerima honor dari BOS. Kalau itu tetap diterima, maka harus dikembalikan," tegas Jamal.


Ia merujuk pada Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler 2025, khususnya Pasal 39 ayat (2) huruf d, yang menyatakan bahwa penerima honor dari dana BOS hanya diperuntukkan bagi guru yang belum memperoleh tunjangan profesi.


“Sekarang mereka sudah menerima sertifikasi Rp2 juta per bulan. Maka dana BOS yang juga dibayarkan sebagai honor harus dikembalikan. Ini menghindari pembayaran ganda,” tambahnya.


Jamal menyebutkan bahwa pengembalian dapat dilakukan secara dicicil hingga akhir tahun 2025, agar tidak memberatkan para guru. Ia juga menegaskan bahwa jika dana tidak dikembalikan, maka akan berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan berdampak pada laporan keuangan sekolah.


"Kalau tidak dikembalikan akan menjadi masalah hukum dan administrasi. Bahkan dalam beberapa kasus, ini bisa dikategorikan sebagai penyimpangan keuangan negara jika ditemukan unsur kesengajaan," ujar Jamal.


Dana yang dikembalikan nantinya akan digunakan kembali untuk mendukung operasional sekolah.


Meski demikian, masih banyak guru yang mengaku keberatan, karena dana yang mereka terima telah digunakan untuk kebutuhan hidup harian. Sebagian berharap ada kebijakan transisi atau solusi alternatif, mengingat ketidaksinkronan pencairan tunjangan dan honor sebelumnya.


Kasus ini menjadi sorotan dan menegaskan pentingnya sosialisasi dan pengawasan penggunaan dana BOS, agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan yang merugikan pihak guru maupun sekolah di masa depan.