Hariangaruda.com I Pekanbaru - Puluhan tenaga kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mendatangi DPRD Provinsi Riau, Selasa (30/9/2025). Mereka menemui Komisi I untuk menyampaikan aspirasi terkait nasib tenaga honorer, khususnya yang berstatus tidak memenuhi syarat (TMS).
Dalam pertemuan tersebut, para tenaga honorer TMS menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, mereka meminta Gubernur Riau segera memerintahkan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) melakukan verifikasi dan pemutakhiran data honorer di seluruh OPD.
“Kita ingin mendorong DPRD Riau untuk mendorong gubernur segera memerintahkan BKD melakukan validasi dan verifikasi data honorer yang tidak memenuhi syarat. Itu penting dilakukan agar statusnya jelas,” ujar Zali, salah seorang perwakilan honorer TMS dari Diskominfotik Riau.
Kedua, mereka mendesak gubernur melakukan komunikasi politik dengan Kementerian PAN-RB agar ada regulasi jelas terkait payung hukum bagi honorer yang TMS (tidak memenuhi syarat) itu.
Ketiga, mereka menolak adanya perumahan massal terhadap tenaga honorer TMS. Aspirasi ini juga merujuk pada Inpres Nomor 1 Tahun 2025 serta hasil rapat Komisi II DPR dengan Menteri Keuangan yang sama-sama menegaskan tidak boleh ada honorer yang dirumahkan.
“Kami memohon kepada pemerintah provinsi untuk tidak merumahkan tenaga honorer. Presiden sudah wanti-wanti dalam Inpres, begitu juga Bu Sri Mulyani dalam rapat dengan DPR. Jadi seharusnya tidak boleh ada yang diberhentikan,” tegasnya.
Para honorer sendiri mengaku was-was, sebab Oktober disebut sebagai bulan terakhir mereka menerima gaji di OPD masing-masing.
Data dari kami ada sekitar 500 honorer TMS, tapi bisa jadi jumlahnya ribuan. Makanya kami ingin segera ada kepastian dari BKD,” ungkap Zali.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Riau, Nur Azmi Hasyim, menyebut pengaduan terkait nasib PPPK dan honorer memang sudah sering diterima DPRD. Namun, ruang gerak daerah terbatas karena regulasi final masih menunggu keputusan pemerintah pusat.
“Permasalahan terkait PPPK ini sudah sering kami terima, tapi ruang gerak kita terbatas karena regulasi dari Menpan RB belum keluar. Sembari menunggu, kami akan segera meminta keterangan dari BKD,” kata Nur Azmi.
Ia menegaskan DPRD akan tetap berusaha agar tenaga honorer tidak kehilangan pekerjaan, terlebih jika kondisi anggaran daerah memungkinkan.
“Kalau anggaran daerah mampu, insyaAllah kita dorong agar teman-teman tetap bekerja di tempat semula. Tapi selama regulasi belum turun, kita hanya bisa mendorong dan menunggu,” sebutnya.
Aspirasi ini disambut positif DPRD Riau dan Pimpinan Komisi I berjanji akan segera memanggil BKD untuk memperjelas data dan nasib honorer TMS di Riau.
Dengan penyampaian aspirasi ini, para honorer TMS berharap DPRD dan Pemerintah Provinsi Riau benar-benar memperjuangkan kepastian hukum dan keberlanjutan status mereka. Namun, keputusan final terkait nasib mereka masih menunggu regulasi resmi dari pemerintah pusat.
Pemerintah provinsi dan DPRD hanya bisa mendorong, memfasilitasi, dan menyiapkan langkah-langkah sementara sambil menunggu aturan tersebut keluar.