Home Dumai Riau Nasional Politik Gosip Kriminal Musik Teknologi Edukasi Kesehatan Olahraga Kuliner Wisata Iklan
riau

Seribu Pertanyaan di Balik Rotasi Eselon II, Jabatan Kepala Disdikbud Kepulauan Meranti Kosong Tanpa Pejabat Definitif

pukul


 


Hariangaruda.com I Riau - Pemkab Kepulauan Meranti melakukan perombakan terhadap kabinet Eselon II. Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti itu dilaksanakan di Aula Kantor Bupati, Selasa (27/5/2025) malam.


Dari tiga jabatan yang dilakukan rotasi, salah satunya ada jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), dimana sebelumnya OPD tersebut dipimpin oleh H. Suwardi, kini dipindahkan menjadi Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Sekretariat Daerah.


Namun di balik pelantikan itu, publik bertanya-tanya kenapa jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang ditinggalkan oleh H. Suwardi dibiarkan kosong tanpa pengganti pejabat definitif.


Malam itu, aula Kantor Bupati Kepulauan Meranti jadi saksi pergeseran wajah-wajah birokrasi. Tiga pejabat eselon II resmi dilantik, namun satu posisi justru mengundang lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban yakni kekosongan jabatan itu. Tanpa pengumuman gamblang dan tanpa kejelasan menyeluruh.


Jabatan Kepala Dinas Pendidikan merupakan jabatan yang sangat penting yang mestinya berisi sosok nakhoda, yang mengarahkan perahu pendidikan kita menembus gelombang zaman, namun kini justru dibiarkan tak bertuan.


Ini bukan sekadar rotasi biasa. Publik bertanya-tanya, mengapa jabatan sepenting itu tidak langsung diisi oleh pejabat definitif. Pertanyaan lain juga muncul, kenapa Suwardi secepat itu digantikan dengan pelaksana tugas (Plt). Apakah ia tidak mampu bekerja, ataukah belum ada sosok yang cukup tepat menggantikannya?


Sebab, jabatan Kepala Dinas Pendidikan bukan jabatan administratif biasa. Ia adalah kompas. Ia adalah pengarah arah. Ia adalah jembatan antara mimpi anak-anak Meranti dan kenyataan masa depan mereka.


Namun ini bukan tentang satu nama siapa yang akan menjabat di jabatan tersebut. Tapi tentang arah, sebab pendidikan bukan sekadar urusan administrasi—ia adalah nyawa dari kemajuan.


Beberapa jam setelah pelantikan usai, kabar pun beredar, dimana Tunjiarto, Kepala Satpol PP dan Damkar, telah ditunjuk sebagai Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Publik pun terdiam. Mencoba mencerna. Menimbang apakah ini strategi atau hanya solusi darurat.


Tapi pemerintah daerah punya jawabannya. Bulan depan akan digelar uji kompetensi untuk para pejabat eselon II. Dari sana, penempatan definitif akan ditentukan lewat proses assessment menyeluruh. Barangkali ini cara Pemkab Kepulauan Meranti menyusun ulang pondasi birokrasi: tak buru-buru, tapi penuh kalkulasi.


Mungkin itulah jawabannya, dimana proses seleksi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa pemimpin pendidikan selanjutnya bukan sekadar pengisi jabatan, tapi pembawa harapan.


Karena jabatan Kepala Dinas Pendidikan bukan tempat uji coba. Ia butuh sosok yang bukan hanya paham birokrasi, tapi juga mengerti detak jantung ruang kelas, semangat para guru, dan mimpi-mimpi anak yang masih menggambar cita-citanya di bangku sekolah.


Satu kursi kosong malam itu menyisakan seribu harap. Semoga, bukan hanya terisi. Tapi diisi oleh mereka yang benar-benar bisa mengarahkan perahu pendidikan ini menembus gelombang zaman.


Tapi seperti pepatah lama berkata, takkan ada asap jika tak ada api. Banyak yang percaya, pergantian ini bukan sekadar penyegaran biasa. Ada sinyal kuat bahwa pemerintah daerah sudah mempertimbangkannya dengan matang.


Selama menjabat, Suwardi dikenal sebagai sosok yang membuat manuver tak biasa. Bukan sekali dua kali, kebijakannya menimbulkan riak bahkan gelombang di permukaan. Salah satu isu yang menyeruak adalah dugaan penerimaan dana dari kepala sekolah saat pencairan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Ia disebut-sebut menerima Rp4 juta dari salah satu kepala sekolah—tudingan yang katanya bersumber dari pengakuan langsung, meskipun tanpa identitas dan belum terbukti secara hukum.


Namun sayangnya, hingga kini tak ada klarifikasi terbuka dari Suwardi. Sikap diam ini justru memperluas ruang tafsir publik. Dalam dunia birokrasi yang penuh kepercayaan dan integritas, diam kadang terdengar lebih nyaring daripada pembelaan.


Isu lain datang dari surat edaran kontroversial yang menyentuh tunjangan guru. Dalam surat itu, Suwardi meminta agar aneka tunjangan guru (TPG, TKG, dan Tamsil) digunakan untuk menutup iuran BPJS tahun 2020 dan 2021. Kebijakan ini sontak menuai protes, karena dianggap membebankan tanggung jawab pemerintah kepada para guru. Setelah tekanan datang dari berbagai arah, surat itu pun dicabut.


Namun polemik tak berhenti di sana. Hingga memasuki triwulan tahun ini, gaji para guru honorer belum juga cair. Empat bulan tanpa kepastian, para pengabdi di garis depan pendidikan itu menunggu, sementara pemimpinnya diam di kursi tinggi.


Kini, setelah Suwardi berpindah jabatan sebagai Staf Ahli Bupati, publik bertanya-tanya. Apakah semua ini hanya kebetulan waktu? Ataukah ada sinyal tegas bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti ingin membuka lembaran baru—tanpa bayang-bayang lama?


Dalam pidatonya Bupati Asmar menegaskan bahwa ini bukan pelantikan terakhir. Evaluasi akan terus dilakukan dengan menyesuaikan dengan peraturan yang ada dan siapapun yang dipercaya memegang jabatan harus siap bekerja lebih keras, menjunjung tinggi integritas, loyalitas, dan disiplin.


"Sebagai ASN, mari kita buktikan bahwa kita adalah abdi negara yang mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Meranti," tutupnya, disambut tepuk tangan seluruh hadirin.